Pada 10 Oktober 1834, gempa bumi hebat merusak Istana Bogor, yang saat itu dikenal sebagai Puri Buitenzorg. Alhasil, bangunan tambal sulam-campur aduk berbagai corak arsitektur itu pun rusak parah.
Pada 1850, Gubemur Jenderal Albertus Jacob Duymaer Van Twist memutuskan untuk merubuhkan semua bangunan, dan membangun kembali sebuah istana dengan konsep arsitektur yang sama sekali baru.
Malapetaka gempa bumi itu juga mengingatkan para perencana untuk tidak membangun puri yang rentan terhadap gempa. Diputuskanlah mendirikan puri berlantai satu mengikuti gaya Paladio yang populer di Eropa pada abad ke 19.
Hanya denah puri saja yang masih dipertahankan, yaitu konsep bangunan induk di tengah, dan masing-masing sebuah bangunan di sayap kanan dan kiri. Untuk menghubungkan gedung induk dengan gedung sayap, dibangunlah jembatan lengkung dari kayu.
Pembangunan kembali Puri Buitenzorg baru selesai pada masa pemerintahan Gubemur Jenderal Charles Ferdinand Pahud (1856-1861). Pada 1870, Puri Buitenzorg ditetapkan sebagai istana kediaman resmi, bukan lagi rumah istirahat bagi para Gubemur Jenderal Hindia-Belanda.
Pada 1850, Gubemur Jenderal Albertus Jacob Duymaer Van Twist memutuskan untuk merubuhkan semua bangunan, dan membangun kembali sebuah istana dengan konsep arsitektur yang sama sekali baru.
Malapetaka gempa bumi itu juga mengingatkan para perencana untuk tidak membangun puri yang rentan terhadap gempa. Diputuskanlah mendirikan puri berlantai satu mengikuti gaya Paladio yang populer di Eropa pada abad ke 19.
Hanya denah puri saja yang masih dipertahankan, yaitu konsep bangunan induk di tengah, dan masing-masing sebuah bangunan di sayap kanan dan kiri. Untuk menghubungkan gedung induk dengan gedung sayap, dibangunlah jembatan lengkung dari kayu.
Pembangunan kembali Puri Buitenzorg baru selesai pada masa pemerintahan Gubemur Jenderal Charles Ferdinand Pahud (1856-1861). Pada 1870, Puri Buitenzorg ditetapkan sebagai istana kediaman resmi, bukan lagi rumah istirahat bagi para Gubemur Jenderal Hindia-Belanda.